web stats

Rabu, 29 April 2015

Ketertiban Umum dalam Hukum Perdata Internasional

1.      Konsep Ketertiban Umum (Public Order).

Pemikiran tentang ketertiban umum (public order) dalam HPI pada dasarnya bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa “sebuah pengadilan adalah bagian dari struktur kenegaraan yang berdaulat” dan karena itu pengadilan berwenang untuk memberlakukan hukumnya sendiri dalam perkara-perkara yang diajukan kepadanya. Masalahnya, apakah dalam perkara-perkara yang mengandung unsur asing, sejalan dengan kaidah di dalam sistem HPI-nya, pengadilan ini harus selalu memberlakukan hukum asing yang seharusnya menjadi lex causae di dalam wilayah yurisdiksinya? Jawabannya adalah tidak selalu harus demikian, akan berhadapan dengan hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk mengesampingkan pemberlakuan hukum asing di wilayah lex fori. Salah satu alasan untuk itu adalah ketertiban umum. Prinsip yang digunakan untuk menetapkan hal itu adalah yang masih menjadi persoalan dalam penegakan prinsip di atas adalah sejauh mana orang dapat menggunakan dasar “demi ketertiban umum” itu untuk mengesampingkan kaidah-kaidah hukum asing yang seharusnya berlaku, atau apa ukuran-ukuran yang dapat digunakan sebagai landasan pemberlakuan asas ketertiban umum ini.
Mengenai apa yang merupakan “ketertiban umum” sangat sukar dikemukakan suatu perumusan;
Eropa Kontinental, konsep ketertiban umum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa:“Semua kaidah hukum setempat yang dibuat untuk melindungi kesejahteraan umum (public welfare) harus didahulukan dari ketentuan-ketentuan hukum asing yang isinya dianggap bertentangan dengan kaidah hukum tersebut.
Kollewijn, yang menjadikan soal ketertiban umum ini pokok dissertasinya, berpendapat bahwa kita dapat secara a priori menentukan apakah yang termasuk ketertiban umum itu. Ahli-ahli dan teori tidak dapat menemukan kriteriumnya; hanya sang hakim saja yang dalam kasus dan perkara yang tertentu dapat menentukan apa yang bertentangan dengan kepentingan umum atau ketertiban hukum.
Hal disebabkan karena faktor-faktor waktu dan tempat, filsafah kenegaraan yang dianut oleh masyarakat hukum yang bersangkutan, system perekonomian dan pola kebudayaan dan politiknya, semuanya mempengaruhi pendapat mengenai ketertiban umum.
Di Inggris dan Amerika (Negara-negara common law) overgeneralization ini tidak begitu mudah terjadi, oleh karena dalam sistim- sistim hukum ini hakim dan yurisprudensi memegang peranan yang lebih penting daripada (kitab) undang-undang. Yang menyebabkan soal-soal yang dianggap sebagai “public policy” dijadikan “matters of procedure”, sehingga diatur oleh lex fori.
Memang metode yang dipergunakan oleh pelaksana dan pembentuk hukum dalam sistim Common Law sejak semula merupakan metode yang induktif dan pragmatis. Karena segala kasus-kasus dan soal yang berhubungan dengan peristiwa hukum yang bersangkutan selalu diperhatikan secara konkrit dan khusus.Secara tradisional, doktrin-doktrin HPI membedakan dua fungsi lembaga Ketertiban Umum, yaitu:
a.       Fungsi posotif
Yaitu menjamin agar aturan-aturan tertentu dari lex fori tetap diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuan hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI atau melalui proses pendekatan HPI, terlepas dari persoalan hukum mana yang seharusnya berlaku, atau apa pun isi kaidah/aturan lex fori yang bersangkutan.
b.      Fungsi negatif
Yaitu untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hukum asing jika pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar lex fori.

2.      Hubungan Antara Ketertiban Umum Dan Hak-Hak Yang Telah Diperoleh

                        Persoalan “hak-hak yang telah diperoleh” mempunyai hubungan erat dengan masalah ketertiban umum. Menurut pandangan berbagai sarjana hukum, tujuan daripada “hak-hak yang diperoleh” ini justru adalah sebaliknya daripada tujuan ketertiban umum dalam HPI. Telah kita saksikan bahwa ketertiban umum internasional merupakan dasar kuat untuk melakukan hukum perdata nasional sang hakim, padahal menurut kaidah-kaidah HPI sang hakim sendiri, kaidah-kaidah hukum perdata asing yang harus dipergunakan
a.       Asas ketertiban umum.
Hukum asing yang seharusnya berlaku tidak diberlakukan. Hukum yang asing dikesampingkan, demi kedilan rakyat lex fori. Penggunaan yang terlalu sering akan menyebabkan pergaulan internasional menjadi terhambat (karena pengagung-agungan hukum sendiri). Asas ketertiban umum menyangkut banyak hal; tidak hanya menyangkut soal milik dan status. Asas ketertiban umum bertitik tolak pada faham, bahwa kepentingan nasional harus didahulukan, berdasarkan kedaulatan Negara. Diadakan demi kepastian hukum dalam masyarakat sendiri. Ketertiban umum sama sekali menyampingkan kwalifikasi. Orang lebih condong perlakukan asas ketertiban umum, jika soalnya menyangkut kepentingan sendiri. Ketertiban umum sering merupakan penyampingan dari hak-hak yang diperoleh.
b.      Azas Hak-Hak Yang Diperoleh
Hukum sendiri yang seharusnya berlaku dikesampingkan karena adanya hak-hak yang diperoleh, berdasarkan sistem hukum asing. Hukum sendiri dikesampingkan, demi rasa keadilan pada pihak yang bersangkutan. Penggunaan secara resiproritas akan melancarkan pergaulan internasional tetapi penggunaan tanpa batas akan melemahkan kekuatan hukum nasional. Asas hak-hak yang diperoleh menyangkut soal milik dan status, yang me nyebabkan serangkaian hak, seperti kewarga negaraan, perkawinan, kedudukan sebagai anak yang sah, dan sebagainya. Mengakui, bahwa kita tidak dapat menutup mata terhadap kepentingan dunia internasional (orang asing); tidak hanya demi keadilan, tetapi juga kepentingan nasional kita sendiri (supaya tidak di pencilkan oleh dunia internasional).
Di akui demi kepastian hukum, baik bagi pihak yang bersangkutan, maupun bagi masyarakat dunia internasional. Hak-hak yang diperoleh justru memperhatikan perbedaan kualifikasi dalam sistem hukum yang berbeda. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai soal kwalifikasi dan interprestasi belaka (Ehrenzweig). Orang lebih condong mempertahankannya, apabila soalnya menyangkut kepentingan sendiri. Hak-hak yang diperoleh dapat di terobos oleh azas ketertiban umum

3.      Penutup

Dalam pasal 23 A.B. “ketertiban umum” dipakai sebagai “batas seseorang boleh mengadakan pilihan hukum”. Sebab pasal itu mengatakan “Door geene handelingen of overeenkomstern kan aan de wetten, die op de publieke orde of de goede zeden betrekking hebben, hare kracht ontonomen worden”. Seringkali pula “ketertiban umum” dipakai dalam arti “ketertiban dan kesejahteraan “atau” keamanan”. Kadang-kadang “ketertiban umum” juga dipakai dalam arti “ketertiban umum”. Jika perkara yang bersangkutan menyangkut pengertian “keadilan”, maka lex feri juga akan mempergunakan konsepsinya sendiri mengenai “keadilan” itu dsn bukan konsepsi yang berdasarkan suatu hukum asing yang bersangkutan. Inipun merupakan suatu akibat dari “ketertiban umum” pula. “Ketertban umum” yang menyangkut Hukum Pidana berarti, bahwa Hukum Pidana asing tidak pernah dianggap berlaku oleh lex fori. Demikian pula Hukum Pajak asing tak dianggap berlaku
            Dari apa yang telah dikemukakan tentang hubungan antar ketertiban umum dan hak-hak yang telah diperoleh: Azas hak-hak yang diperoleh dan azas ketertiban umum merupakan dua segi dari soal yang sama; yaitu penggunaan hukum asing. Demi kelancaran pergaulan internasional, hukum asing diakui sejauh mungkin, asal saja tidak melanggar kepentingan hukum nasional. Antara azas hak-hak yang diperoleh dan azas ketertiban umum terjadi pengaruh timbal-balik (Wisselwerking). Ketertiban umum merupakan pengecualian dari kaedah hukum asing yang seharusnya berlaku berdasarkan kaedah Hukum Perdata Internasional. Dengan demikian azas “ketertiban umum” merupakan pengecualian pula dari azas pilihan hukum (choice of law, khususnya choice of rule).
Hak-hak yang diperoleh sebenarnya merupakan pengakuan terhadap berlakunya suatu kaedah hukum asing (choice of law), karena terjadinya suatu peristiwa hukum (peristiwa yang mempunyai akibat hukum) atau hubungan hukum (rechtsverhouding) yang perlu diakui oleh lex fori untuk dapat menyelesaikan kasus (perkara) yang bersangkutan secara seadil-adilnya; dan agar kepastian hukum dalam masyarakat internasional jangan sampai menjadi kacau. Dengan lain perkataan, hak-hak yang diperoleh di luar negeri itu (atau berlakunya kaedah hukum asing itu), perlu diakui oleh lex fori, supaya terbentuk suatu pergaulan yang lancar antara anggota masyarakat sedunia. Dengan makin “kecilnya” dunia ini, dan semakin terasanya interdependensi antar manusia sedunia sebagai akibat bertambah majunya teknik dan teknologi (alat-alat komunikasi), maka kebutuhan akan pengakuan hak-hak yang diperoleh di luar negeri menjadi bertambah urgent pula. Suatu dan lain dengan syarat bahwa azas ini hanya berlaku selama tidak melanggar “ketertiban umum”, jadi tidak melanggar kepentingan masyarakat lex fori
            Berarti bahwa faham Perancis mengenai ketertiban umum dan hak-hak yang diperoleh sudah patut kita tinggalkan. Dari kedua azas tersebut dapat kita lihat interdependensi antara kepentingan berbagai masyarakat/nasional dan kaedah-kaedah hukum masyarakat yang bersangkutan. Interdependensi ini membawa keharusan akan pengakuan azas timbal-balik (reciprocity). Hukum (i.c the law of reciprocity) yang diperlukan untuk melindungi atau menciptakan suatu kepentingan masyarakat, atau lebih. Inilah yang merupakan pendekatan fungsionil daripada hukum. Bahwa pendekatan fungsionil ini tidak dapat dicapai secara deduktif dan teoritis a priori,melainkan dari hasil penyelidikan yang induktif, kiranya sudah jelas.


DAFATAR PUSTAKA
Hardjowahono, Bayu. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu, Edisi ke-4, Bandung: Citra Aditya.
Hartono, Sunaryati, 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata Internasional, Cetakan ke-4, Bandung: Anggota IKAPI, Penerbit Binacipta.
A.Hamzah, 2007. KUHP&KUHAP. Edisi Revisi 2008, Cet. k-15, Jakarta: Rineka Cipta
www.blogspot.com/hukum-perdata-internasional

Rabu, 22 April 2015

Materi Kuliah Islam Disiplin Ilmu (IDI) Fakultas Hukum

Tujuan IDI FH
·         Memberikan kebenaran agama dalam disiplin ilmu
·         Membenarkan formula ilmu sebagai produk pemikiran yang sesuai dengan bertitik tolak di tata nilau atau norma agama
·         Menyangga pormula ilmu sebagai ilmu yang tidak memiliki hakikat kebenaran tetapi masih merupakan hipotesis
·         Merintis terciptanya ilmu/konsep ilmiah yang bersumber pada tata nilai atau norma agama baik sebagai asumsi maupun sebagai bukti

Pengertian Filsafat
Ø  Menurut Al-Farabi adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Ø  Menurut albabiri adalah seluruh realitas yang ditunjukkan oleh fenomena alam adalah tanda” adanya allah dengan segala kemahaan dalam sifat”y yang menciptakan alam semesta, berpikir akan senantiasa sadar akan allah, menjadikan pengetahuan beresensi doa dalam bentuk penggunaany sebagai alat untuk melaksanakan  kegiatan duniawi yang mencegah dirinya dari azab neraka
Ø   Aristoteles mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).

Dasar filsafat
-          Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya
-           Epistemologi aalah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui benda-benda
-          Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai

Objek ilmu
-          Obyek material  adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi)pembicaraan, misalnya gejala "manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat".Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat.
-          Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objekmaterialnya.

Pandangan ontology mengenai objek ilmu
Ø  Naturalisme adalah sebuah aliran filsafat yang secara harfiah mengandung arti sebagai faham serba alam
Ø  Materialism adalah Hakikat kenyataan adalah materi. bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakan nyata (1) pada hakekatnya berawal dari materi, atau (2) terjadi karena gejala-gejala yang bersangkutan dengan materi. 
Ø  idealisme merupakan satu corak kefilsafatan yang berpandangan bahwa hakikat terdalam dari kenyataan tidaklah bersifat materi, melainkan bersifat rohani dan spiritual (kejiwaan)
Ø  Hilomorfisme meletakkan pandangannya dengan doktrin bahwa tidak satupun hal yang bersifat fisis yang bukan merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi. Artinya ia selalu memiliki sifat fisis dan hakikat tertentu
Ø  Positivisme adalah aliran filsafat yang secara radikal beranjak dan ketidak percayaan terhadap pandangan-pandangan dan pembicaraan-pembicaraan metafisis yang dilakukan oleh aliran filsafat sebelumnya.

Pandangan epistimologi
-          Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
-          rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.

-          Kritisme adalah suatu cara yang dipakai untuk mengetahui suatu kejadiaan pengetahuaan hubungan anyara pengamatan indra dan penalaran

Minggu, 19 April 2015

contoh surat kerja kontrak

 PERJANJIAN KERJA KONTRAK
Nomor : 312/01/MSD/2015

Yang bertanda tangan di bawah ini:
  I.            Nama                              : Masriadi
Alamat                            : Jl.H.Abd Silondae RT/RW 02/04, lapai, kolut, Sulawesi tenggara
Jabatan                           : Direktur Utama PT.MASRIADI

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT.MASRIADI yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA

II.            Nama                              : Pikram
Tempat&tgl lahir             : Makassar, 21 mei 1992
Pendidikan terakhir         : S1 Hukum
Jenis kelamin                  : laki-laki
Agama                            : Islam
Alamat                            : Jl.sarang tawon RT/RW 07/02, lapai, kolut, Sulawesi tenggara
No.KTP/SIM                   : 931234569876

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA
Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian Kerja dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

PASAL 1
MASA KERJA

Ayat 1
PIHAK PERTAMA menyatakan menerima PIHAK KEDUA sebagai karyawan di perusahaan PT.MASRIADI yang berkedudukan di Jl.H.Abd Silondae , lapai, kolut, Sulawesi tenggara dan PIHAK KEDUA dengan ini menyatakan kesediaannya.
Ayat 2
Perjanjian kerja ini berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)  tahun, terhitung sejak tanggal 10 mei 2015 dan berakhir pada tanggal 10 mei 2017






PASAL 2
TATA TERTIB PERUSAHAAN

Ayat 1
PIHAK KEDUA menyatakan kesediaannya untuk mematuhi serta mentaati seluruh peraturan tata tertib perusahaan yang telah ditetapkan PIHAK PERTAMA.
Ayat 2
Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut di atas dapat mengakibatkan PIHAK KEDUA dijatuhi:
1.      Skorsing, atau
2.      Pemutusan Hubungan Pekerjaan (PHK), atau
3.      Hukuman dalam bentuk lain dengan merujuk kepada Peraturan Pemerintah yang mengaturnya.


PASAL 3
JAM KERJA

Ayat 1
Berdasarkan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, jam kerja efektif perusahaan ditetapkan 40 (empat puluh) jam setiap minggu dengan jumlah hari kerja 5 (lima) hari setiap minggu.
Ayat 2
Jam masuk adalah jam 08.00 (delapan) dan jam pulang adalah jam 05.00 (lima)
Ayat 3
1.      Waktu istirahat pada hari senin hingga hari kamis ditetapkan selama 1 (satu)  jam, yaitu pada pukul 12.00 (duabelas) hingga pukul 01.00 (satu)
2.      Waktu istirahat pada hari jum’at diteteapkan selama 2 (dua) menit, yaiut pada pada pukul 11.00 (sebelas ) hingga pukul 01.00 (satu)


PASAL 4
PENEMPATAN

Ayat 1
PIHAK KEDUA akan bekerja sebagai karyawan
Ayat 2
PIHAK PERTAMA berhak menempatkan PIHAK KEDUA dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan lain yang oleh PIHAK PERTAMA dianggap lebih cocok serta sesuai dengan keahlian yang dimiliki PIHAK KEDUA, dengan syarat masih tetap berada di dalam lingkungan perusahaan PT. MASRIADI


PASAL 5
PERPANJANGAN MASA KONTRAK

Setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, perjanjian kerja ini dapat diperpanjang jika PIHAK PERTAMA masih membutuhkan PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA juga menyatakan kesediaannya.



PASAL 6
GAJI POKOK DAN TUNJANGAN

Ayat 1
PIHAK PERTAMA harus memberikan gaji pokok kepada PIHAK KEDUA sebesar
Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah)  setiap bulan yang harus dibayarkan PIHAK PERTAMA pada tanggal terakhir setiap bulan setelah dipotong pajak pendapatan sesuai peraturan perpajakan di Indonesia.
Ayat  2
Selain gaji pokok, PIHAK KEDUA juga berhak mendapatkan tunjangantunjangan sebagai berikut:
1.      Tunjangan umum sebesar Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah)
2.      Tunjangan pengobatan Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah)
Ayat 3
Pembayaran tunjangan-tunjangan tersebut akan disatukan dengan pembayaran gaji pokok yang akan diterima PIHAK KEDUA pada tanggal terakhir setiap bulan.


PASAL 7
LEMBUR

Ayat 1
PIHAK KEDUA diharuskan masuk kerja lembur jika tersedia pekerjaan yang harus segera diselesaikan atau bersifat mendesak (urgent).
Ayat 2
Sebagai imbalan kerja lembur sesuai ayat 1, PIHAK PERTAMA akan membayar PIHAK KEDUA sebesar Rp. 40.000 (empat puluh ribu rupiah) setiap jam lembur.
Ayat 3
Pembayaran upah lembur akan disatukan dengan pembayaran gaji yang akan diterima PIHAK PERTAMA pada tanggal terakhir setiap bulan.


PASAL 8
KERJA RANGKAP

Ayat 1
Selama masa berlakunya ikatan perjanjian kerja ini PIHAK KEDUA tidak dibenarkan melakukan kerja rangkap di perusahaan lain manapun juga dengan mengemukakan dalih atau alasan apa pun juga.
Ayat 2
Pelanggaran yang dilakukan PIHAK KEDUA akan dapat bagi PIHAK PERTAMA untuk menjatuhkan sangsi sesuai Pasal 2 ayat 2 perjanjian ini terhadapnya.


PASAL 9
PENGUNDURAN DIRI

Ayat 1
Jika PIHAK KEDUA mengundurkan diri secara baik-baik, maka PIHAK KEDUA berhak menerima uang gaji, tunjangan, dan lembur sesuai dengan jumlah hari kerja yang telah dijalaninya.
Ayat 2
Pengunduran diri secara baik-baik diperlihatkan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      PIHAK KEDUA tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya hingga batas waktu pengunduran dirinya berlaku.
2.      PIHAK KEDUA telah menyerahkan barang-barang yang dipercayakan kepadanya.


PASAL 10
BERAKHIRNYA PERJANJIAN

Perjanjian kerjaini akan berakhir dengan sendirinya jika PIHAK KEDUA meninggal dunia.


PASAL 11
KEADAAN DARURAT

Perjanjian kerja ini batal dengan sendirinya jika karena keadaan atau situasi yang memaksa, seperti: bencana alam, pemberontakan, perang, huru-hara, kerusuhan, Peraturan Pemerintah atau apapun yang mengakibatkan perjanjian kerja ini tidak mungkin lagi untuk diwujudkan.


PASAL 12
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Ayat 1
Apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, akan diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Ayat 2
Apabila dengan cara ayat 1 pasal ini tidak tercapai kata sepakat, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan melalui prosedur hukum, dengan memilih kedudukan hukum di Kolaka Utara


PASAL 13
PENUTUP

Demikianlah perjanjian ini dibuat, disetujui, dan ditandatangani dalam rangkap dua, asli dan tembusan bermaterei cukup dan berkekuatan hukum yang sama. Satu dipegang oleh PIHAK PERTAMA dan lainnya untuk PIHAK KEDUA.

Dibuat di          : Ngapa, Kolaka Utara
Tanggal            : 7 mei 2015

PIHAK PERTAMA                                                                            PIHAK KEDUA





     ( Masriadi )                                                                                          ( Pikram)