MAKALAH
HAM
OLEH:
MASRIADI : 04020120404
PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT sebab karena rahmat dan hidayahnyalah
sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan
tugas individu agar memenuhi
tugas yang telah di tetapkan,dan juga agar setiap mahasiswa dapat terlatih
dalam pembuatan makalah.
Makalah ini
berjudul “HAM”, adapun sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini, di dapatkan
dari beberapa buku yang membahas tentang materi yang berkaitan dan juga melalui
media internet. Saya sebagai
pembuat makalah ini sangat berterima kasih kepada penyedia sumber meski kami
tidak dapat lngsung mengucapkannya.
Saya menyadari bahwa
setiap manusia memiliki keterbatasan, begitupun dengan saya yang masih
sebagai status seorang mahasiswa. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih
banyak sekali kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu saya mengucapkan
mohon maaf sebesar-besarnya. Saya mengharapkan kritik dan saran bagi para
pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ……………………………………………………………...
B. Rumusan
Masalah …………………………………………………………..
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Hubungan HAM dengan Budaya …………………………………………….
B.
Hubungan HAM dengan Sosial
…………………………………………….
C.
Hubungan HAM dengan Pemilu
……………………………………………..
D.
Hubungan HAM dengan Ekonomi
…………………………………………..
E.
Hubungan HAM dan Tindak Pidana……………………………………
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan ………………………………………………………
B.
Saran……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang
melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang
lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara
individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.
Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas
terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih
diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat
bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup
bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM
terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita
sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang
HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan
tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik
Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa
rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa
sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a) HAM tidak perlu
diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara
otomatis.
b) HAM berlaku untuk
semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik
atau asal usul sosial, dan bangsa.
c) HAM tidak bisa
dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak
orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang
tidak melindungi atau melanggar HAM.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis merangkum
masalah sebagai berikuk:
1)
Hubungan
HAM dengan Budaya
2)
Hubungan
HAM dengan sosial
3)
Hubungan
HAM dengan Pemilu
4)
Hubungan
HAM dengan Ekonomi
5)
Hubungan
HAM dan Tindak Pidana
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan HAM dengan Budaya
Budaya dan Hak Asasi Manusia Masalah
relativisme budaya telah menjadi salah satu utama bagi teori hak asasi manusia,
argumen tentang perbedaan budaya mungkin merupakan kritik dari gagasan hak
asasi manusia, dan kebanyakan mereka sulit untuk menanganinya (brown 1998,
1999). Hal ini terutama berlaku pekerja sosial dari tradisi Barat, yang umumnya
menyadari peran barat dalam menjajah dunia lain-pandangan akan nilai keragaman
budaya. Ini mengakibatkan pekerja sosial Barat (antara lain) merasa bersalah
mendukung sesuatu yang disebut hak asasi manusia dan menjadi sangat rentan
terhadap kritik dari hak asasi manusia sebagai konsep Barat dan karena itu
tidak bisa dipercaya.
Meskipun tradisi budaya Barat telah
menjadi praktek penindas dan banyak kolonisasi, termasuk beberapa aspek praktek
kerja sosial yang konvensional, perasaan bersalah, sehingga sering orang-orang
seperti pekerja sosial, tidak pantas dan tidak membantu. Sesunggguhnya ada
banyak hal yang bisa dikritik tentang budaya Barat, ada beberapa aspek lain
dari budaya barat, dari perspektif hak asasi manusia, orang akan
mempertahankan. Dan persis sama dapat dikatakan tentang tradisi budaya lainnya,
memuliakan budaya lain dan dengan asumsi bahwa itu harus melampaui kritik
adalah naif dan menyesatkan karena mengkritik segala sesuatu tentang budaya
barat yang penindas. Di sinilah letak kunci untuk berurusan dengan perbedaan
budaya, kemampuan untuk melihat secara kritis semua tradisi budaya, hak manusia
sama pentingnya dalam semua budaya, untuk melihat bagaimana hak asasi manusia
dikontekstualisasikan berbeda dalam budaya yang berbeda, dan melihat bahwa
pelanggaran hak asasi manusia dan perjuangan hak asasi manusia terjadi di semua
konteks budaya. Tantangan bagi pekerja sosial Barat adalah menyalahi diri untuk
penilaian lebih sensitif dan realistis perbedaan budaya.
Budaya adalah suatu hak terpenting
aspek manusia, memang kita bukan apa-apa tanpa konteks budaya kita. Ini adalah
budaya yang memberikan makna hidup, dan itu adalah budaya yang menentukan
banyak perilaku manusia (Jenks 1993). Pemahaman tentang isu-isu budaya karena
itu penting bagi pekerja sosial, dan ini berlaku lebih dari lintas-budaya isu
atau masalah perbedaan budaya, dalam memahami setiap keluarga, individu atau
masyarakat, budaya di mana orang atau kelompok terletak adalah primer
signifikansi. Untuk mempertimbangkan faktor struktural psikologis atau sosial
dalam memahami perilaku manusia karena itu untuk menghilangkan banyak faktor
penentu yang paling penting dari perilaku. misalnya, mengapa orang tua menolak
gagasan pindah ke sebuah panti jompo, kita perlu memahami nilai-nilai budaya di
sekitarnya, keluarga dan institusi perawatan orang tuanya/dirinya sendiri.
B.
Hubungan HAM dengan Sosial
1) Kaitannya
HAM di bidang social
Hak asasi manusia bidang
sosial adalah hak asasi manusia yang berkaitan dengan :
a. Hak
atas jaminan social
Sesuai dengan Pasal 28H ayat (3) Perubahan UUD 1945 (Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat)
Setiap warga berhak mendapat
jaminan sosial. Jaminan sosial tersebut harus bersifat jangka panjang dan mesti
diprioritaskan agar terealisasi dengan baik seperti dengan adanya jaminan
kesehatan, kecelakan, jaminan kematian, hidup layak, dll.
UU 40
tahun 2004, bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat
menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
b. Hak
atas perumahan
Sesuai
UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, disebutkan bahwa
setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau
memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan
teratur, menjelaskan bahwa rumah yang layak menjadi hak setiap warga
negara Indonesia. Dari standar internasional HAM, kita
dapat meminjam makna rumah yang memadai, yakni ketersediaan pelayanan,
material, fasilitas dan infrastruktur. Memadai juga mengandung makna adanya
pemenuhan prinsip-prinsip seperti:
·
affordability (terjangkau)
·
habitability (memadai untuk dihuni)
·
accessibility (dapat dimiliki dan
dimanfaatkan).
Selanjutnya, ‘memadai’ juga
mempertimbangkan faktor-faktor yang wajib dipertimbangkan dan dipenuhi seperti
faktor lokasi dan lingkungan.
Penggusuran paksa, berkaitan dengan
hak atas perumahan, dapat dikategorikan sebagai kejahatan berat HAM. Dilevel
internasional, Komisi HAM PB (UNCHR) pernah mengeluarkan sebuah resolusi,
tanggal 10 Maret 1993. Dalam resolusi ini ditegaskan “praktek penggusuran paksa
merupakan sebuah kejahatan HAM berat, terutama berkaitan dengan hak atas
perumahan yang layak”. Sebelumnya, Sub Komisi PBB juga mengeluarkan Resolusi
1992/14 (forced eviction), yang menegaskan hal yang sama.
c.
Hak atas pelayanan kesehatan
Berdasar pada Pasal 28H ayat (1) Perubahan UUD 1945,
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, semua warga berhak
memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal tanpa pengecualian.
Sudah ada upaya dari pemerintah
untuk menjami pelayanan kesehatan dengan UU dan upaya lainnya seperti Askes,
namun pada pelaksaannya masih ditemukan banyak penyimpangan yang tidak sesuai
dengan apa yang sudah ditetapkan.
Kepentingan orang miskin terhadap
hak pelayanan kesehatan perlu diperhatikan oleh hukum dan tidak boleh menjadi
beban bagi si miskin. Alasan kekurangan biaya pada diri pasien, hendaknya tidak
menjadi dasar untuk menolak perikatan terapeutik antara pasien dengan lembaga
penyedia jasa medis.
Fenomena memprihatinkan lainnya
adalah wacana penolakan beberapa rumah sakit terhadap penggunaan kartu jaminan
kesehatan. Meskipun, sekedar wacana, hal itu cukup memberikan bukti kepada
masyarakat tentang pengabaian hak-hak dasar masyarakat dibidang kesehatan.
d.
Hak atas pendidikan
Pasal 31 Perubahan UUD 1945 menentukan
tentang pendidikan dan kebudayaan yaitu:
·
Ayat
(1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
·
Ayat (2) Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Pendidikan adalah sebuah hak asasi
sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya.
Pendidikan adalah proses bagaimana manusia mengenal diri dengan segenap potensi
yang dimiliki dan memahami apa yang tengah dihadapinya dalam realitas kehidupan
ini. Sadari bersama, tidak saja kualitas pendidikan yang harus diperhatikan
oleh pemerintah tapi juga hak akses terhadap pendidikan, karena pendidikan
merupakan sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak hidup, seperti
pekerjaan, kesehatan dan ketentraman.
Walaupun sudah banyak program yang
dicanangkan pemerintah dalam pemenuhan hak atas pendidikan, seperti BOS, wajib
belajar, kejar paket, dsb. Namun dalam pelaksanaanya masih banyak kasus yang
menyebabkan seorang anak tidak mendapatkan pendidikan.
Faktor-faktor seperti ekonomi dan
lingkungan menjadi alasan umum bagi seorang anak tidak mendapatkan pendidikan.
Mereka yang kurang beruntung menjadi tidak dapat mengembangkan kemampuannya.
Sehingga banyak dari mereka yang tetap hidup dalam kondisi yang sama pada
generasi selanjutnya. Dibutuhkan kesadaran dari mereka untuk mau belajar
sehingga ia dapat mengubah kondisi hidupnya dan memperbaiki generasi
selanjutnya.
C.
Hubungan HAM dengan Pemilu
1)
Pemilihan Umum di Indonesia
Perwujudan demokrasi yang menjunjung
tinggi HAM dan kebebasan bersuara bagi rakyatnya, Indonesia memberlakukan
sistem pemilu dalam menentukan siapa saja orang-orang yang nantinya menempati
jabatan-jabatan di dalam pemerintahan yang tentunya menjadi wakil rakyat dan
diharapkan benar-benar dapat mewakili dan menampung keinginan-keinginan rakyat.
Pemilu adalah sarana untuk mewujudkan
pelaksanaan UUD pasal 1 ayat 2 yaitu kedaulatan ditangan rakyat dan
dilakukan menurut Undang-Undang. Dalam pemilu rakyat memiliki hak pilih
aktif dan pasif. Aktif adalah hak rakyat untuk dapat memilih wakilnya
da;am pemilu yang akan dudum, di DPR, sedang hak pasif adalah hak warga
negara dalam pemilu untuk dapat dipilih menjadi anggota DPR/MPR
Melalui pemilu rakyat diberi kesempatan
menggunakan hak memilihnya ataupun mencalonkan diri sesuai persyaratan yang
telah ditetapkan agar dapat dipilih sebaik-baiknya. Rakyat dituntut dapat
menghormati badan permusyaratan ataupun perwakilan yang di Indonesia dikenal
dengan DPR dan MPR. Dengan adanya pemilu yang dilaksanakan secara demokratis
rakyat dituntut dapat menerima hasil keputusan dengan baik dan penuh tanggung
jawab.
Di Indonesia sistem pemilu yang
digunakan adalah sistem pemilu multipartai, rakyat memilih wakil-wakilnya dari
berbagai partai politik yang ikut serta dan lulus persyaratan sebagai partai
politik dalam pemilu. Rakyat juga bisa duduk sebagai calon wakil rakyat yang
berhak dipilih oleh rakyat. Hal tersebut sesuai dengan pengertian hak aktif dan
hak pasif rakyat dalam pemilu. Namun kenyataannya hingga pemilu terakhir pada
tahun 2009 masih ditemukan praktek-praktek pelanggaran dalam pemilu yang
terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia seperti money politic, masih
banyaknya rakyat yang tidak terdaftar di beberapa daerah sebagai calon pemilih
dan pelanggaran lainnya yakni ikut sertanya pejabat-pejabat negara dan petinggi
BUMN dalam pemilu.
2) Bentuk-Bentuk
Pelanggaran HAM Dalam Pemilu
Praktek money politic yang
masih ada dalam suasana pemilu di Indonesia. Dengan adanya politik uang
tersebut maka akan membahayakan kredibilitas hasil pemilu serta dapat merusak
mental masyarakat. Dengan adanya money politic ini akan membuat
masyarakat memilih calon yang memberi uang tersebut. Suara rakyat dibeli dengan
uang, dan sasaran dari money politic tersebut tidak hanya dari kalangan
masyarakat kelas menengah namun juga tidak sedikit dari kalangan terdidik
dikarenakan sikap cuek mereka akan politik, yang lebih mengutamakan keuntungan
dengan mendapatkan uang dengan syarat mudah yakni memilih calon yang member
uang. Seperti
yang terjadi di pulau Buru provinsi Maluku, terjadi tindakan pembagian uang
pecahan Rp.100.000 yang dilakukan oleh calon Bupati yang diketahui namanya
Siti Aisyah Fitria yang dilakukan di halaman rumahnya. Tidak ingin dituduh sebagai praktek money
politic calon bupati pulau Buru tersebut menyebut tindakannya tersebut
sebagai pembagian zakat atas harta yang dimilikinya. Praktek money
politic berkedok pembagian zakat di Pulau Buru Maluku tersebut hanya salah
satu contoh kasus money politic yang benar-benar ada dan terjadi di
Indonesia menjelang pemilu. Praktek-praktek money politic tersebut
termasuk kedalam pelanggaran hak asasi manusia yakni dengan membeli atau
menukar hak suara dari rakyat dengan uang. Praktek money politic
menimbulkan pertanyaan yang besar terhadap kinerja dari Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu). Bawaslu mempunyai peranan yang sangat penting untuk
keberhasilan pemilu dari level daerah hingga presiden. Kinerja Bawaslu harus lebih
ditingkatkan dalam menangani politik uang dalam pemilu dan bisa menjaga
netralitasnya dalam melaksanakan tugasnya. Bentuk pelanggaran hak
asasi manusia lainnya dalam pemilu adalah ikut sertanya pejabat negara dan
petinggi BUMN dalam proses pemilu misalnya dalam berkampanye. Secara
jelas tertuang dalam Undang-Undang nomor 42/2008 tetang pemilu presiden dan
Wakil Presiden, terutama pada pasal 41 ayat (2) huruf D yang menyebutkan
pelaksanaan kampanye dalam kegiatan kampanyenya di larang mengikut sertakan
pejabat badan usaha milik Negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD).
Undang-Undang yang telah dibuat seolah-olah tidak memiliki makna dan diabaikan
begitu saja. Banyak pejabat dan petinggi yang seolah-olah tidak tahu akan
perihal itu dan semuanya hanya terfokuskan pada kepentingan mereka tanpa
mengindahkan konstitusi yang ada. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat
banyak dikarenakan praktek-praktek yang dilakukan oleh petinggi badan usaha
milik negara tersebut telah menyelewengkan jabatannya dan mencampur adukkan
kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama. Salah
satu kekurangan dari proses pemilu yang lain yakni masih banyaknya rakyat yang
tidak terdaftar sebagai pemilih di beberapa daerah. Seperti kasus di kecamatan
Limo, Depok. Berdasarkan data yang dimiliki meneyebutkan sekitar 10 persen
warga Limo tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari total 110.000
orang. Artinya, sekitar 11.000 warga Limo tidak memiliki hak suara dalam pemilu
nanti. Hal tersebut mencerminkan ketidakmampuan negara sebagai pihak yang
bertanggung jawab atas penyediaan DPT merupakan cerminan pengabaian Negara
dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
kenyataan yagn seharusnya dalam menciptakan pemilu yang demokratis, diperlukan
suatu perlindungan kuat terhadap hak asasi manusia para warganya, terutama
mengenai hak pilih masyarakat. Dengan kata lain hak politik merupakan bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari hak asasi manusia.
D.
Hubungan HAM dengan Ekonomi
Setiap manusia memiliki kebutuhan untuk hidup yang sangat
beragam dan hampir tidak terbatas, mencakup segala aspek kehidupan, baik fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual. Mengingat kebutuhan yang amat banyak
tersebut, manusia memerlukan tindakan ekonomi untuk memenuhinya, yaitu dengan
bekerja. Dengan bekerja, manusia akan memperoleh penghasilan sebagai sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan
ekonomi sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup merupakan kegiatan yang sangat
fundmental bagi kehidupan manusia. Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa negara
ini didirikan untuk memajukan kesejahteraan umum. Supaya kesejahteraan umum itu
dapat dirasakan secara adil dan merata oleh seluruh rakyat, maka bumi, air, dan
segala isinya dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan seluruh rakyat Indonesia (pasal 33 UUD 1945 ayat 3). Dari ketentuan
tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan ekonomi itu berpusat pada kegiatan
kerakyatan. Ekonomi
kerakyatan tidak sama dengan ekonomi rakyat. Istilah ekonomi rakyat mempunyai
konotasi negatif dan diskriminatif. Dikatakan negatif karena ekonomi rakyat
dilawankan dengan ekonomi konglomerat. Dikatakan diskriminatif karena konsep
tersebut dipandang memihak salah satu pelaku ekonomi, yaitu rakyat kecil.
Ekonomi kerakyatan merupakan aturan main berekonomi (sistem) yang memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh anggota masyarakat untuk menjalankan
kegiatan ekonomi. Ketentuan pasal 33 UUD 1945 ayat (1) menyebutkan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat (2) menjelaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Ayat (3) menjelaskan
bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasasi oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demokrasi
ekonomi memberikan kesempatan yang sama kepada para pelaku ekonomi untuk
mengembangkan ekonomi nasional. Tujuannya untuk kesejahteraan bersama (umum).
Kesenjangan ekonomi harus dihapuskan karena akan menimbulkan kesenjangan sosial
dan politik yang akhirnya akan mengganggu kepentingan dan integritas nasional.
Untuk membangkitkan kembali keterpurukan ekonomi akibat
krisis maka diperlukan reformasi. Reformasi ekonomi menuju demokrasi
ekonomi yang sesuai dengan HAM perlu
memperhatikan:
a)
lebih
menjamin pemerataan ekonomi
b)
membela
kepentingan rakyat banyak tidak hanya untuk sektor usaha UKM dan koperasi,
tetapi juga usaha swasta nasional dan BUMN
c)
mengurangi
kesenjangan antara si kaya dan si miskin
d)
ekonomi
yang berwawasan lingkungan demi kelangsungan hidup
e)
persaaingan
dan kerjasama ekonomi baik lokal maupun global.
E.
Hubungan HAM dengan Tindak Pidana
Hak Asasi Manusia sudah melekat sejak kita lahir dan tidak
akan berakhir hingga kita meninggal dunia. HAM dapat ditegakkan dengan adanya
hokum yang mengatur HAM dalam kehidupan.
Dewasa ini hak asasi manusia meliputi berbagai
bidang kehidupan, di antaranya adalah sebagai berikut:
a) Hak Asasi
Pribadi (personal rights)
b) Hak Asasi
Ekonomi (poperty rights)
c) Hak
Persamaan Hukum (rights of legal equality)
d) Hak Asasi
Politik (political rights)
e) Hak Asasi
Sosial dan Kebudayaan (social and cultural rights)
f) Hak asasi
perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum (procedural rights)
HAM di
Indonesia dinilai kurang begitu ditegakan karena banyak kaum-kaum ploletar atau
orang-orang yang memiliki status sosial yang minoritas maupun keadaan
sosoio-ekonominya kurang, yang tersinggirkan haknya sehingga tidak ada ruang
gerak sedikitpun untuk bisa memasuki wilayah hukum maupun wilayah dunia kerja
yang dimata hukum masih dipandang sebelah mata bahkan tidak dianggap sedikitpun
karena keadaannya.
a) Bentuk
Tindak Pidana HAM
Jenis-jenis
tindak pidana HAM pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu : kejahatan biasa (
ordinary Crime ) dan kejahatan luar biasa (exrtra ordinary crime ). Kejahatan
biasa diatur dalam KUHP, sedangkan yang menjadi pembahasan pada makalah ini
adalah bentuk tindak pidana yang bersifat khusus yaitu kejahatan luar biasa,
yang dalam UU No.26 Tahun 2000 terdapat pada pasal 7 dan penjabarannya terdapat
dalam pasal 8 dan 9, yang digolongkan menjadi dua bagian yaitu : kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
Kejahatan Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
1. Membunuh
anggota kelompok;
2. Mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3. Menciptakan
kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya;
4. Memaksakan
tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5. Memindahkan
secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan
Kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan
yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
1. Pembunuhan;
2. Pemusnahan;
3. Perbudakan;
4. Pengusiran
atau pemindahan penduduk secara paksa;
5. Perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6. Penyiksaan;
7. Perkosaan,
perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8. Penganiayaan
terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain
yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
9. Penghilangan
orang secara paksa; atau
10. Kejahatan
apartheid.
b)
Pertanggung Jawaban Pidana.
Dalam UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, permasalahan mengenai pertanggung jawaban pidana diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 40 yaitu :
Mengenai kejahatan Genocida dengan cara 1 sampai 5 yang diatur padaØ pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan Genocida diatas yaitu dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pertanggungjawabannya dipidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara 1 sampai 5 dan 10 yangØ diatur pada pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara no. 3 yang diatur padaØ pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara no. 6Ø yang diatur pada pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara 7 sampai 9 yang diatur padaØ pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu, pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Selain beberapa pertanggung jawaban yang diatur pada pasal yang diuraikan diatas, terdapat juga pengaturan mengenai pertanggung jawaban pidana bagi seorang atasan baik militer ataupun sipil, dan kepolisian atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh bawahannya, pengaturan ini tercantum dalam pasal 42 dengan ketentuan yaitu
Dalam UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, permasalahan mengenai pertanggung jawaban pidana diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 40 yaitu :
Mengenai kejahatan Genocida dengan cara 1 sampai 5 yang diatur padaØ pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan Genocida diatas yaitu dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pertanggungjawabannya dipidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara 1 sampai 5 dan 10 yangØ diatur pada pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara no. 3 yang diatur padaØ pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara no. 6Ø yang diatur pada pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun.
Mengenai kejahatan kemanusiaan dengan cara 7 sampai 9 yang diatur padaØ pembahasan jenis tindak pidana HAM mengenai kejahatan kemanusiaan diatas yaitu, pertanggunjawabannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Selain beberapa pertanggung jawaban yang diatur pada pasal yang diuraikan diatas, terdapat juga pengaturan mengenai pertanggung jawaban pidana bagi seorang atasan baik militer ataupun sipil, dan kepolisian atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh bawahannya, pengaturan ini tercantum dalam pasal 42 dengan ketentuan yaitu
1) Komandan
militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer
dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam
yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah
komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya
yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilkukan
pengendalian pasukan secara patut, yaitu :
·
Komandan militer atau seseorang tersebut
mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan
tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi
manusia yang berat; dan
·
Komandan militer atau seseorang tersebut
tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup
kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau
menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
2) Seorang
atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara pidana
terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh
bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif,
karena atasan tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara
patut dan benar yakni :
a. Atasan
tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas
menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran
hak asasi manusia yang berat; dan
b. Atasan
tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup
kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau
menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Kedua ketentuan diatas mendapat pertanggung jawaban pidana sama seperti yang diatur dalam pasal 36, 37, 38, 29, dan 40, UU No.26 Tahun 2000.
Kedua ketentuan diatas mendapat pertanggung jawaban pidana sama seperti yang diatur dalam pasal 36, 37, 38, 29, dan 40, UU No.26 Tahun 2000.
c)
Kewenangan Pengadilan HAM
Pengadilan
HAM menurut UU Pengadilan HAM ini berdasarkan pasal 4, 5, dan 6 adalah :
a. Pengadilan
HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
b. Pengadilan
HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik
Indonesia oleh warga negaraIndonesia.
c. Pengadilan
HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan
belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
HAM adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa jangan pernah melanggar HAM orang lain. HAM dalam setiap
bidangnya telah di lindungi oleh undang-undang tersendiri, baik itu HAM di bidang
ekonomi, pemilu, tindak pidana, sosial dan budaya. Perkembangan pemikiran mengenai HAM pada
generasi ke 2 yaitu pada masa ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis
melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukkan
perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu
mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga
harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
q Fernaubun, Petrus /Victor Mambor. 30 Maret
2009. Generasi Hak Asasi Manusia (Generasi HAM), www.pmkuncen.com, diakses pada
tanggal 15 Maret 2010 pada pukul 15.06 WITA
q Kusuma, Adnan. 1 November 2007. Makalah
Dinamika Hak Asasi Manusia, www.adnan.multiply.com, diakses pada tanggal 15
Maret 2010 pada pukul 15.16 WITA.
q Idjehar, Muhammad Budairi, HAM
versus Kapitalisme, Yogyakarta: INSIST Press, 2003.
q Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
q http://bayuriyanda.wordpress.com/2010/04/13/ham-hak-asasi-manusia-102082402ea03/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar