Ø Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk
1.
Menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.
Memutus
Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Memutus
pembubaran partai politik, dan
4.
Memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Ø Adapun yang pihak yang menjadi Pemohon dalam Pengujian UU terhadap
UUD adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a.
perorangan
warga negara Indonesia;
b.
kesatuan
masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang;
c.
badan
hukum publik atau privat; atau
d.
lembaga
Negara
Hal ini diatur
dalam Pasal 51 UU MK
Ø Sedangkan dalam perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara pihak
yang menjadi Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai
kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.(Pasal 61 UUMK)
Ø Adapun dalam Pembubaran Partai Politik yang menjadi Pemohon adalah
Pemerintah (Pasal 68)
Ø Yang menjadi Pemohon dalam memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum adalah: a. perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum; b. pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan c. partai
politik peserta pemilihan umum. ( Pasal 74).
v Pengujian undang-undang dalam arti materiil ialah pengujian atas
materi muatan undang-undang. Dalam konteks pengujian materiil ini
menitikberatkan wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu
peraturan perundang-undangan isinya telah sesuai atau bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan.
v Pengujian undang-undang dalam arti formil ialah pengujian atas
pembentukan undang-undang. Dalam konteks pengujian formil ini menitikberatkan
wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif telah sesuai dengan
naskah akademik yang berlandaskan faktor filosofis, yuridis dan sosiologis.
Alat pengukur konstitusionalitas
o
naskah UUD yang resmi tertulis
o
Dokumen-dokumen tertulis yang terkait erat dengan
naskah-naskahUUD itu, seperti risalah-risalah, keputusan dan ketetapan MPR, UU
tertentu, peraturan tata tertib dll
o
Nilai-nilai konstitusi yang hidup dalam praktek
ketatanegaran yang telah dianggap sebagaobagian yang tidak terpisahkan dari
keharusan dan kebiasaan Dalam penyeleanggaraan kegiatan bernegara
o
Nilai-nilai yang hidup dalam kesadaran kognitif rakyat
serta kenyataan perilaku politik dan hukum warga negara yang dianggap sebagai
kebiasaan dan keharusan-keharusan yang ideal dalamperikehidupan berbangsa dan
bernegara
Adapun
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakuan uji materiil undang-undang
terhadap UUD 1945 yaitu:
a. Pemohon
wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya;
b. Dalam
permohonan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
- pembentukan
undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD; dan/atau
- materi
muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan
dengan UUD.
Yang dibebankan pembuktian yaitu pemohon
Dengan alat
bukti Aslat bukti itu meliputi; suarat atau
tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk,
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Lembaga Negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon
a.
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR);
b.
Dewan
Perwakilan Daerah (DPD);
c.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR);
d.
Presiden;
e.
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
f.
Pemerintahan Daerah (Pemda); atau
g.
Lembaga
negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
putusan sela yaitu putusan yang memerintahkan kepada pemohon dan/atau termohon
untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan itu
sampai ada putusan akhir MK.
Syarat permohonan dalam sengketa kewenangan
a.
Pemohon
adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan yang diatur oleh UUD Tahun 1945
b.
Pemohon
wajib menguraikan dengan jelas tentang kepentingannya, kewenangan yang dipersengketakan,
lembaga negara yang menjadi Termohon (Ps. 61 (1) (2))
c.
Mahkamah
Agung meskipun sebagai Lembaga Negara, tidak dapat menjadi pihak, baik sebagai
Pemohon atau Termohon (Ps. 65)
d.
Dalam
PMK tentang SKLN dimungkinkan dalam hal objek sengketanya bukan kewenangan
judicial
Pemohon dalam sengketa pemilu
a.
Perorangan
WNI calon anggota DPD peserta Pemilu
b.
Pasangan
calon Presiden/Wapres peserta Pemilu
c.
Presiden/Wapres
d.
Partai
Politik peserta Pemilu (Ps. 74 (1))
Termohon
yaitu Kpu
Materi Permohonan harus diuraikan dengan jelas dan rinci terkait dengan:
a. Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut
Pemohon
b. Permintaan membatalkan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU
c. Menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon
Cara pengajuan permohonan terhadap perselisihan pemilu
1.
Permohonan
hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 (tigamkali dua
puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan hasil Pemilu secara nasional.
2.
Permohonan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya
kepada Mahkamah Konstitusi dalam 12 (dua belas) rangkap setelah ditandatangani
oleh:
a.
calon
anggota DPD peserta Pemilu atau kuasanya;
b.
pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden peserta Pemilu atau kuasanya; atau
c.
Ketua
umum dan sekretaris jenderal atau sebutan yang sejenisnya dari pengurus pusat
atau sebutan yang sejenisnya dari pengurus pusat partai politik atau kuasanya.
3.
Permohonan
yang diajukan calon anggota DPD dapat dilakukan melalui faksimili atau e-mail
dengan ketentuan permohonan asli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sudah
harus diterima oleh Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu 3 (tiga) hari
terhitung sejak habisnya tenggat.
4.
Permohonan
sekurang-kurangnya harus memuat :
a.
Identitas
pemohonyang dilampiri dengan alat-alat bukti yang sah, antara lain: foto kopi
KTP, terdaftar sebagai pemilih, terdaftar sebagai peserta Pemilu;
b.
uraian
yang jelas tentang:
1.
kesalahan
hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang
benar menurut pemohon;
2.
permintaan
untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan
menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
Amar putusan Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan:
a.
permohonan
tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi
syarat;
b.
permohonan
dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya membatalkan
hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU serta menetapkan hasil
penghitungan suara yang benar;
c.
Permohonan
ditolak apabila permohonan tidak terbukti beralasan.
Saksi dalam perselisihan pilkada yaitu saksi resmi
peserta Pemilukada; dan saksi pemantau Pemilukada.
Kekuatan putusan MK
1.
Mengikat bahwa …….
2.
Pembuktian bahwa Sebuah
putusan pengadilan, khususnya putusan MK memiliki kekuatan pembuktian. Dalam
Pasal 60 UU MK menyatakan setiap muatan ayat, pasal dan/atau bagian dalam
undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan untuk diuji kembali.
Dengan demikian putusan MK tersebut merupakan sebagai lat bukti yang dapat
digunakan bahwa telah diperoleh kekuatan hukum yang pasti.
3.
Eksekutorial
yaitu Putusan MK dimaksudkan sebagai perbuatan hukum pejabat negara untuk
mengakhiri sengketa yang akan menidakan atau menciptakan hukum. Sehingga
diharapkan putusan MK tak hanya untaian kata yang tertulis di atas kertas.
Kekuatan eksekutorial putusan MK adalah ketika putusan itu diumumkan.
v
MK berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk:
a.
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
c.
memutus pembubaran partai politik;
d.
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar