1) Pengertian
Hukum perlindungan konsumen
a.
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
b.
Pelaku usaha adalah
setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
c.
berbagai
bidang ekonomi.Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum perlindungan konsumen adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau
jasa konsumen.
d.
Sedangkan
menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud dengan
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2) Tujuan
perlindungan konsumen
a.
Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.
Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan / atau jasa;
c.
- Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen;
d. - Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. - Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. - Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
3) Prinsip
Hukum Perlindungan Konsumen
1. Let The Buyer Beware
Ø Pelaku
Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
Ø Konsumen
diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
Ø Konsumen
tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
Ø Dalam
UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.
2.
The due
Care Theory
Ø Pelaku
usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
Ø Pasal
1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan
mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain,
atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak
atau peristirwa tersebut.
Ø Kelemahan
beban berat konsumen dalam membuktikan.
Ø Prinsip
ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen,
tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu
hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar
yang diperjanjikan.
Ø Fenomena
kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk
yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
4.
Kontrak
bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi
dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan
eksistensi suatu huungan hukum .
4)
Asas-asas
hukum perlindungan Konsumen
1. Asas manfaat
Maksud asas ini
adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen
dan pelau usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi
seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
3. Asas
keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti material maupun spiritual.
4. Asas keamanan
dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas
kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku
usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
5) Hak
dan Kewajiban Konsumen
Adapun sesuai Hak
konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
a.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.
Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.
Hak atas informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
f.
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
g.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.
Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Sesuai dengan Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
a. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6) Hak dan kewajiban Produsen
Seperti halnya
konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
a.
Hak menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b.
Hak untuk mendapat perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c.
Hak untuk melakukan pembelaan diri
sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d.
Hak untuk rehabilitasi nama baik
apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e.
Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
pelaku usaha dalam pasal 7 UUPK
a.
Beritikad baik dalam kegiatan
usahanya
b.
Memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
c.
Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
d.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
dan/atau jasa yang berlaku
e.
Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan
f.
Memberi kompensasi, ganti
rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.
Memberi kompensasi ganti rugi
dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.
7) Tanggung Jawab produsen terhadap
konsumen
Pasal 19 UUPK
a. Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
b. Ganti
rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
d. Pemberian
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
8) Sengketa
konsumen
sengketa konsumen adalah sengketa
antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau
memanfaatkan jasad.
Melalui
pasal 45 ayat (1) ini dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa
konsumen , terdapat dua pilihan yaitu :
Ø Melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau
Ø Melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
Alternatif penyelesaian sengketa dapat
dilakukan dengan cara berikut
Ø Konsultasi
Ø Negosiasi
Ø Mediasi
Ø Konsialisasi
Ø Penilaian ahli
9) Klausula Baku
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai
klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.
mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen
yang menjadi obyek jual beli jasa;
f.
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
g.
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil
yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan
akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat
kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian
tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami
secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu
apa yang menjadi haknya.
Cirri-ciri
perjanjian baku
·
isinya
ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;
·
Masyarakat
(debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi
perjanjian;
·
Terdorong
oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu;
·
Bentuk
tertentu (tertulis)
·
Dipersiapkan secara massal dan kolektif.